Selasa, 10 April 2018

Benda Jimat dan Budaya Mistik Nusantara

Mistik merupakan sebuah budaya spiritual  yang hingga kini masih menjadi perbincangan dan juga perdebatan, setidaknya di era globalisasi ini. Kajian ini makin beragam dimulai dari mengangkat isu sebuah benda dari etnisitas dan daerah tertentu, simbol pemimpin dan kebudayaan di masing-masing daerah hingga hal-hal yang memang berakar dari zaman dahulu, berkaitan dengan identitas kesukuan dan globalisasi. Budaya mistik ini merupakan budaya yang sudah ada sejak zaman kerajaan dan diciptakan sebagai bentuk penghormatan.

Manusia Indonesia tidak bisa lepas dari budaya mistik dari setiap daerah. Oleh karena itulah Tan Malaka menulis buku yang berjudul Madilog yang memiliki singkatan Materialisme, Dialektika dan Logika pada tahun 1942-1943 dan memberi penekanan besar pada pentingnya menggunakan rasionalitas atau akal pikiran dalam membuat keputusan dalam menentukan hidup oleh semua individu dan kelompok.

Prof. Kuntowijoyo telah memberikan tiga tingkat evolusi pemikiran manusia yaitu mitos, ideologi dan ilmu. Mitos itu, menurutnya, terjadi pada sebelum dan pada abad ke 19 serta awal abad ke 20. Bahkan hingga saat ini, mitos maupun mistik masih terus mempengaruhi pemikiran manusia indonesia. Dengan terjadinya hal tersebut maka menjadi bagian dari suatu budaya dan mempengaruhi aturan hidup manusia indonesia.

Proses modernisasi dan globalisasi menempatkan bangsa Indonesia dalam arus perubahan besar yang mempengaruhi segala dimensi kehidupan masyarakat, terutama kehidupan budaya. Pada hakekatnya perubahan itu merupakan proses historis yang panjang, yang berkembang dari masa ke masa. Di dalam sejarah Indonesia proses tersebut terlihat sejak dari awal pembentukan masyarakat pada masa prasejarah, kedatangan pengaruh kebudayaan Hindu-Budha, kedatangan agama dan kebudayaan
Islam, serta hadirnya pengaruh Barat, sampai masa kini.

Kepercayaan pada roh, makhluk halus dan benda magis lainnya. Budaya mistik ini berkembang di masyarakat dan hampir semuanya berdasarkan kepercayaan belaka dan bukan hasil dari pemikiran. Di Indonesia sendiri, ada budaya mistik tradisional di mana ada istilah kakang kawah ada ari-ari, papat kalimo pancer. Istilah ini merujuk pada makhluk hidup yang menyerupai diri kita secara wujud fisik dan bukan dalam hal sifat dan memiliki unsur gaib. Bentuk yang berkembang di masyarakat diantaranya adalah, selamatanngruwat, kepercayaan pada mahkluk halus, setan, jin dan semacamnya.

Selamatan adalah semacam upacara sesajian yang bertujuan untuk Yang Kuasa, para wali, dewa, bidadari dan kekuatan yang terdapat pada seorang ulama atau yang dihormati dengan tujuan untuk menyenangkan mereka. Ngruwat adalah upacara untuk membebaskan seseorang yang sedang kerasukan setan. Sesuai dengan pengertian masyarakat jawa, tidak semua orang dapat dilepaskan dari pengaruh seran di mana Sang Kala telah mendapat haknya untuk mempergunakan orang itu sebagai mangsanya.

Berkaitan dengan definisi mistis dan berkaitan erat dengan budaya di indonesia, maka hal tersebut berkaitan pula dengan jimat. Di dalam kamus besar bahasa Indonesia sendiri, jimat memiliki arti hemat (membelanjakan uang), teliti, cermat dan seksama. Tamimah (jimat/ajimat) adalah suatu benda yang diyakini bisa menolak bala atau mendatangkan manfaat. Di dalam pengertian lain, jimat adalah benda yang disakralkan oleh pembuatnya atau pemakainya. Bisa berasal dari tumbuhan, batu, air yang mengkristal, hewan, manusia dan bahan lain yang sengaja di buat oleh manusia atau tercipta karena proses alam dan bahkan juga dari alam gaib. Jimat bukanlah sesuatu yang asing bagi peradaban manusia dari dulu hingga zaman modern saat ini. Di negara kita yang berlatar belakang kebudayaan animisme, jimat bukan merupakan suatu hal yang asing pada kehidupan sehari-hari masyarakat kita. Di negara maju pun tidak sedikit orang yang meyakini jimat yang dapat mendatangkan keberuntungan atau menghindarkan dari kesialan.

Kita dapat melihat penggunaan serta pemujaan jimat telah memasuki kehidupan masyarakat kita sehari-hari. Jika ingin bertambah laku, pedagang di pasar akan minta ‘penglaris’ kepada ‘orang pintar’ untuk ditaruh pada lokasi dagangannya. Jika ingin rumah selamat dari bala bencana maka di pintu digantungkanlah ‘sesuatu’. Jika orang hamil ingin kondisi janinnya sehat dan selamat maka setiap pergi ke luar rumah dibawalah gunting. Jika bayi sudah lahir maka harus ditaruh sapu lidi di sekitarnya agar tidak terkena gangguan-gangguan makhluk halus. Jika seorang ingin kuat dan kebal senjata maka dipakailah jimat cincin, sabuk dan bentuk-bentuk lainnya. Bila ingin cantik dan luwes dalam pergaulan maka dipasanglah susuk di bagian tertentu tubuhnya. Dan masih banyak lagi bentuk-bentuk lain.

Seorang penganut dan pengguna jimat, melaksanakan suatu keilmuan dengan memakai 2 metode. Pertama, membaca ayat suci sebagai wiridan (diulang dengan jumlah tertentu dan waktu tertentu dan yang kedua dengan menggunakan ilmu hikmah melalui ayat-ayat yang dituliskan pada media tertentu dan biasa diistilahkan dengan ilmu rajah.

Rajah sendiri berasal dari bahasa arab yang biasa disebut Wifiq atau Wafaq. Rajah itu sendiri merupakan sebuah tulisan yang mengandung energi gaib dan Rajah tersebut dapat mempengaruhi keadaan lingkungan sekitar. Tulisan ini dapat berbentuk huruf, angka, sandi, simbol dan gambar. Sebagian besar, rajah terdiri dari huruf dan angka dan tidak bisa menyusun kata. Dan memang tidak bisa diartikan dalam kata dan diyakini bisa memunculkan kekuatan gaib. Tulisan ini memiliki beragam jenis sesuai fungsinya. Memang tulisan ini bukan tulisan sembarangan yang ditulis di atas kers atau kain dan media lain. Ini merupakan tulisan yang bernuansa mistis. Setiap coretan garis, simbol dan sandi memiliki makna tertentu uang rajah ini lebih menekankan pada makna daripada arti. Makna yang dikandung ini merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh pembuatnya dan memang khusus dibuat untuk membantu memenuhi hajat keinginan seseorang.

Ilmu ini merupakan ilmu yang rumit dan bagaimana caranya mengakses energi tertentu melalui tulisan dan kode yang dituliskan pada media tertentu sehingga berubah fungsi menjadi Azimat. Rajah ini juga bisa dituliskan pada bagian tertentu dari tubuh manusia atau di tubuh manusia dengan fungsi yang berbeda-beda. Alat penulisan ini bermacam-macam dari besi, tembaga, kayu, batu tulang hewan dan di zaman modern ini bisa menggunakan pena biasa dengan tinta, misik, kasturi, fotokopi, sablon dan scanner.

                                     Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria

                                     

                                                                               
Info & Pemesanan:
 Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan
08129358989 - 08122908585

                                             https://djengasih.com/blog/hal-ini-jadi-penyebab-suami-selingkuh

Leburan Seks dan Mistik dalam Serat Centhini

Serat Centhini, yang dianggap karya terbesar dan terindah dalam kesusastraan Jawa, ditulis pada abad ke-19. Dia lahir dari rahim keraton Solo. Pangeran Adipati Anom, seorang putra Susuhunan Pakubuwana IV, menginginkan pengetahuan lahir dan batin masyarakat Jawa dikumpulkan. Tiga pujangga keraton ditunjuk untuk membantunya.

Kerja keempatnya menghasilkan karya setebal 4.000 halaman lebih yang terbagi atas selusin jilid. Beberapa jilid di antaranya memuat ajaran erotika yang dibalut dengan mistisisme Islam dan Jawa. Inilah yang menarik minat Elizabeth D. Inandiak, seorang Prancis yang menggubah dan menerjemahkan Serat Centhini ke Bahasa Indonesia. "Saya tak pernah membayangkan sama sekali bahwa seks bisa bergabung dengan mistik," katanya dalam kuliah umum "Erotika Nusantara: Serat Centhini" di Teater Salihara, Jakarta, 10 Maret 2012 lalu.
Dalam Centhini, seks tak diartikan hanya sebagai pertemuan dua alat kelamin manusia. "Kalau cuma bersetubuh, nanti lama-lama bisa busuk," tandas Inandiak.
Lebih dari itu, seks dapat berarti puncak erotika. Dalam menjelaskan arti erotika, Inandiak tak hanya menjabarkannya dari istilah Barat, tapi juga mencoba menggalinya dari khazanah istilah lokal. "Kenapa kita harus meminjam istilah dari bahasa-bahasa Barat?" tanya Inandiak dalam makalahnya, "Dari Erotika ke Sir Centhini". Erotika berasal dari kata Yunani, eros, yang berarti dewa asmara. Kata ini dipakai untuk menjelaskan hal-hal yang berkenaan dengan syahwat, hawa, nafsu, atau kebirahian.  
Padanan kata ini, menurut Inandiak, dapat ditemukan dalam Centhini. Beberapa kata yang berkelindan dengan erotika misalnya ajigineng, terangsang, nafsu berahi, cinta syahwati, asmaragama (seni bercinta), kasmaran, naluri seksual, pengumbaran nafsu, dan mabuk kepayang. Masyarakat Jawa telah mempunyai konsep dan kata mengenai erotika. Dengan demikian, erotika tidak sepenuhnya datang dari Barat.
Sejak 1990-an, Elizabeth menerjemahkan Centhini ke dalam bahasa Prancis. Buku sadurannya dalam bahasa Indonesia, Centhini: Kekasih Yang Tersembunyi, baru terbit pada 2008. Penerjemahan Serat Centhini itu tak mudah, Inandiak mesti menghadapi dua pendapat ekstrem para ahli sastra Jawa. Satu kelompok berpendapat Serat Centhini terlalu kotor untuk diterjemahkan karena memuat ajaran dan kata-kata kotor, cabul, dan kasar. Di kutub lain, para ahli menilai Serat Centhini sangat adiluhung sehingga tak bisa diterjemahkan. Kalaupun diterjemahkan, nilai estetis Centhini akan berkurang. Kedua pendapat itulah yang menyebabkan Serat Centhini tak diterjemahkan selama hampir satu abad. Tapi Inandiak tetap berkeras menerjemahkannya karena menganggap karya ini sangat penting untuk mengungkap dunia tersembunyi orang Jawa.
Beberapa jilid Serat Centhini memang memuat ajaran-ajaran kotor dan cabul. Penuh adegan persanggamaan dan pelepasan hasrat seksual yang tak terbatas suami dan istri tapi juga di luar pernikahan. Petualangan Cebolang, remaja yang lari dari rumah orangtuanya karena menilai dirinya berdosa besar, menjadi simbolisasinya.
Dalam pelariannya, dia bersanggama dengan orang yang berbeda, tak peduli laki atau perempuan, di banyak tempat. Perbuatannya itu tak lain untuk menebus dosa-dosanya. Cebolang menganggap hanya dengan menceburkan diri ke perbuatan yang hina kesalahannya diampuni. Ketika sampai di Mataram (Yogyakarta), Cebolang, bersama kawan lelakinya, Nurwitri, menyetubuhi dua perempuan secara bergantian di area pesantren. Subuh tiba, mereka berhenti, lalu mandi untuk menunaikan salat subuh di masjid.
"Ini menarik. Kalau terjadi di klub seks bebas, itu bukan erotika. Tapi, ini terjadi di pesantren sehingga erotikanya sangat tinggi. Seperti ada sesuatu yang tersembunyi dalam kisah itu," terang Inandiak.
Tapi, Inandiak mengingatkan bahwa kecabulan dan kekotoran bahasa Serat Centhini terhapus lewat keindahan tembang dengan paduan gamelan dan pesinden. "Pembacaan Serat Centhini sejatinya memang ditembangkan," tandasnya. Dengan demikian, para pembaca tak tenggelam ke lautan kata-kata kotor dan cabul sehingga keindahan erotika Serat Centhini tetap dapat ditangkap.
Kisah asmara paling halus dalam Serat Centhini tak pelak menjadi milik pasangan Amongraga dan Tembangraras. Amongraga, putra mahkota Sunan Giri, duduk berhadapan dengan Tambangraras, istrinya, di kamar pengantin pada malam pertama pernikahannya. Amongraga berada di buritan ranjang pengantin, sedangkan Tambangraras duduk di haluan. Jarak antara keduanya cukup jauh. Riuh-rendah tetamu yang masih berpesta dan mabuk di luar kamar masih terdengar, sedangkan suasana di dalam kamar sangat tenang dan damai.
Amongraga tak lantas bersanggama dengan istrinya. Dan terus begitu hingga malam keempat puluh. Selama itu, Amongraga mengajarkan sejumlah rahasia kepada istrinya agar persanggamaan mereka mencapai penyatuan sejati. Sebelum tibanya malam itu, keduanya hanya saling menatap dan berbicara.
Mereka bertelanjang secara bertahap sesuai dengan tingkatan mistiknya. "Semakin tinggi tingkatan mistiknya, semakin tinggi pulalah ketelanjangannya," kata Inandiak.
Tingkatan mistik tercapai berkat ajaran-ajaran Amongraga yang diambil dari mistisisme Islam dan asmaragama (seni bercinta Jawa). Ajaran Islamnya bersumber dari buah pikir sufi Timur Tengah seperti Al-Jili, Abdul Qadir al-Jailani, Al-Ghazali, dan Rumi. Sedangkan ajaran asmaragama bersumber dari tradisi tantrisme dan falsafah Jawa Kuno. Karena asmaragama, banyak yang menganggap Serat Centhini sebagai Kamasutra Jawa. "Memang ada yang menyebut seperti itu, tapi saya kira Centhini bercerita tentang banyak hal. Lebih luas daripada Kamasutra," katanya.
Amongraga menyadari sepenuhnya apa yang diajarkannya selama empat puluh malam, pun jua dengan Tambangraras. Jiwa mereka terbakar dalam api asmara. Dan mencapai puncaknya pada malam keempatpuluh. Saat itulah, mereka menyatukan tubuh. Tak ada laki-laki, tak ada perempuan. Manunggal. Demikianlah puncak erotika. Inandiak menyebut itu sebagai paduan sir (nafsu dalam bahasa Jawa) dan sir (rahasia dalam bahasa Arab). "Nafsu yang mengangkat asmaragama ke alam gaib (rahasia)," tulis Inandiak. Sesuatu yang menurut Inandiak menjadi padanan kata paling tepat untuk erotika dan tidak ditemukan dalam alam pikiran orang Barat melalui pembacaannya terhadap karya sastra mereka.
"Sepanjang pengetahuan saya, mudah-mudahan saya salah, tak ada kesusastraan Eropa yang menggabungkan seks dan mistik seperti ini," kata Inandiak menutup diskusi.


Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria






Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan
08129358989 - 08122908585


Wayang Wong Tejakula, Budaya Bernuansa Mistis

Watang Wing Tejakula
Seni budaya Wayang Wong dari Tejakula, Buleleng dikenal sangat sakral dan memiliki nuansa mistis, bahkan mendapatkan penghargaan dari UNESCO, sebagai warisan budaya dunia tidak benda.
Wayang Wong Tejakula ini dikenal sebagai tari sakral yang hanya boleh dimainkan oleh garis keturunannya saja. Memainkannya juga harus di pura di wilayah Desa Adat Tejakula karena dianggap mistis.
Watang Wing Tejakula
Dan dari filosofi tersebut, Wayang Wong berhasil menggaet penghargaan UNESCO dan kini terkenal di seluruh mancanegara sebagai warisan budaya tanpa benda.
Seniman Wayang Wong Tejakula, Gede Komang menjelaskan pementasan Wayang Wong sebetulnya bisa dilakukan di luar Pura Tejakula, asalkan pura tersebut ada kaitanya dengan sejarah Tejakula. Tidak hanya itu, pelakon Wayang Wong juga harus berdasarkan garis keturunan wilayah Tejakula.

"Wayang Wong ini sudah ada sejak abad ke-17, awalnya Wayang Wong hanya dipentaskan di Pura Maksan dan pura-pura adat di Tejakula. Penarinya pun berdasarkan dari garis keturunan, tidak bisa orang lain, dan kalau itu keturunannya tapi tidak dilakukan, maka dia akan sakit," kata Komang.
Ada ritual khusus sebelum mementaskan Wayang ini. Salah satunya harus melakokannya saat perayaan Umanis Galungan di Pura Maksan dan tujuh pura lainnya.
"Wayang Wong Tejakula khusus lakon Ramayana, tidak boleh di luar konten dan harus menghabiskan cerita," ucap Komang.
Kepala Disbudpar Buleleng Nyoman Sutrisna menuturkan, pihaknya akan mendukung masyarakat Tejakula untuk meningkatkan mutu dan kualitas Wayang Wong Tejakula. Meski sakral, dia akan melakukan pengembangan secara berhati-hati dan terjaga keasliannya.
"Dengan adanya penghargaan ini kami akan mengembangkan Wayang Wong, karena tariannya sakral kita harus berhati-hati agar tidak dilecehkan dan bisa dilestarikan seni budaya ini," tutup Komang.

Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria






Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan
08129358989 - 08122908585


Senin, 09 April 2018

Gapura Wringin, Kemajuan Arsitektur Majapahit

Gapura Wringin
Gapura Wringin Lawang, merupakan salah satu bukti nyata situs peninggalan kerajaan Majapahit, Dalam situs tersebut menyuguhkan  arsitektur bangunan khas ala candi di Jawa Timur. Bangunan ini sekaligus menjadi saksi bagaimana perkembangan dan kemajuan arsitektur era Majapahitsesungguhnya tengah menggeliat.
Komplek bangunan bersejarah ini berada di Dukuh Wingin Lawang, Desa Jati Pasar, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Corak khas dari bangunan-bangunan peninggalan Majapahit dapat dilihat pada Gapura Wringin.
kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur.
Sampai saat ini situs Gapura Wringin Lawang masih berdiri kokoh. Keberadaan cagar budaya (heritage) ini dilindungi oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur. Selain itu, komplek bangunan yang berada di Desa Jati Pasar ini juga merupakan destinasi wisata sejarah andalan Kabupaten Mojokerto.
Secara fisik bangunan Gapura Wringin Lawang memiliki tinggi 13,79 meter dengan luas lahan sebesar 616 meterpersegi. Corak dari gapura ini disebut model “Candi Bentar” atau “Gapura Gapit” atau “Gapura Belah”.

Sebagaimana candi-candi di Jawa Timur, corak bangunan Gapura Wringin Lawang ini berbahan dari batu bata merah. Pada dasaranya bangunan ini merupakan candi, namun masyarakat sekitar lebih akrab menebutnya sebagai gapura.
Hal ini dikarenakan bangunan candi Wringin menyerupai sebuah gapura raksasa. Sementara itu, model altar depannya berbentuk pintu. Karena itulah, bangunan candi ini diesebut Gapura Wringin Lawang. Dimana dalam bahasa Jawa lawang memiliki arti pintu.
Letaknya yang tak jauh dari pusat kota Mojokerto menjadikan destinasi wisata sejarah ini mudah diakses. Disekitar area candi, tampak ditumbuhi pepohonan yang rindang. Sedangkan disisi kanan dan kiri bangunan terdapat pohon beringin yang tumbuh subur.  

Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria






Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan

08129358989 - 08122908585



Situs Sangiran, Dari Jawa Mengungkap Evolusi Dunia

Gustav Heinrich Ralp Von Koenigswald, seorang geolog dan paleontolog Jerman datang ke Sangiran di Kabupaten Sragen dan Karanganyar, Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk melakukan survei dan penelitian berdasarkan peta geologis yang dibuat geolog asal Belanda, Jean Louis Chretien van Es.

Saat itu, tahun 1928, Jean bekerja di Jawatan Geologi Hindia Belanda di Bandung. Dia melakukan program pemetaan di Jawa untuk kebutuhan pertanian dan eksplorasi mineral Hindia Belanda yang targetnya selesai dalam 15 tahun.
Wilayah penelitian Jean meliputi 13 lapisan tanah di Jawa, sembilan di antaranya dilengkapi lampiran peta geologi, yaitu Baribis, Patiayam, Sangiran, Kaliuter Baringin, Lembah Sungai Bengawan Solo (Trinil), batas selatan dan utara Pengunungan Kendeng dan Gunung Pandan. Dibantu Gustav, Jean mengumpulkan data fosil spesies yang ditemukan dalam penelitiannya.
Di Sangiran, Gustav melakukan survei di Ngebung dan menemukan jejak-jejak keberadaan manusia purba. Di areal seluas 59,21 kilometer persegi pada 1934, dia kembali menemukan artefak hasil budaya manusia.
Puncaknya pada dua tahun kemudian, dia menemukan delapan individu manusia Homo erectus. Di sinilah dunia mencatat, Situs Sangiran di Sragen dan Karanganyar ditemukan pertama kali oleh Gustav.
“Sampai hari ini, sudah ditemukan 120 individu manusia purba Sangiran, atau 50 persen dari populasi Homo erectus di dunia,” kata Syukron Edi, Kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran.  

Dijelaskannya, temuan awal Gustav berupa alat dari batuan kalsedon dan jasper berukuran kecil. Ini menjadi indikasi kuat keberadaan manusia awal di Sangiran. Perkakas batu tersebut punya ukuran dan teknologi pengerjaan yang khas, Gustav menyebutnya sebagai Sangiran Flakes Industry dalam publikasi perdananya.
“Temuan ini langsung menjadi perhatian dunia. Dalam kurun waktu 1936 sampai 1941, sisa-sisa peninggalan manusia purba terus ditemukan. Sangiran menjadi salah satu situs hominid yang penting bagi dunia,” ucap Edi.
Potensi Situs Sangiran dinilai warga dunia penting untuk ilmu pengetahuan. Pada 1977 situs ini ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya. Dilanjut pada 1996, Situs Sangiran menjadi salah satu situs warisan dunia oleh UNESCO dengan nomor C593.
Dipaparkan Edi, perbedaan situs Sangiran dengan situs-situs lain adalah, dalam lapisan tanahnya yang berusia 250.000 sampai 2 juta tahun tersimpan rekaman jejak manusia dan lingkungannya.
Kehadiran Homo erectus Sangiran ditemukan di lapisan tanah berusia antara 1,5 hingga 0,9 juta tahun silam. Lapisan tanah ini berupa endapan lempung hitam yang menunjukkan lingkungan rawa.
Ada empat evolusi yang terjadi di Sangiran, pertama adalah evolusi lingkungan tanpa terputus sejak 1,9 sampai 2,4 juta tahun. Masa itu Sangiran adalah laut dalam.
Kemudian pada 1,9 juta – 900.000 tahun, Sangiran sudah berubah dari laut dalam menjadi laut tangkal lalu rawa-rawa. Lalu 900.000 sampai saat ini, menjadi daratan. Evolusi kedua adalah manusia, dimulai sejak Homo erectus tipik hidup pada 800.000 tahun lalu dan Homo erectus progresif yang hidup sekitar 250.000 tahun lalu.
Evolusi ketiga adalah fauna. Terdapat tiga spesies gajah di Sangiran, yaitu mastodon yang hidup 1,5 juta tahun lalu, berevolusi menjadi Stegon trigonocephalus hingga terakhir menjadi Elephas namadicus.
Evolusi terakhir adalah budaya. Arkeolog menemukan alat serpih atau hasil budaya manusia purba berumur 1,2 juta tahun lalu di Situs Dayu.

Tokoh utama cerita Sangiran adalah Homo erectus yang ciri-ciri fisiknya masih primitif, kekar. Saat lingkungan Sangiran berubah menjadi daratan sejak 900.000 tahun lalu, Homo erectus Sangiran pun mengalami perubahan fisik menjadi lebih ramping.
Perubahan fisik menjadi lebih progresif setelah mereka berpindah ke sepanjang aliran Bengawan Solo, di luar daerah Sangiran. “Manusia dan budaya di Situs Sangiran, serta fosil-fosil faunanya yang tersebar di seluruh tingkatan stratigrafi ini yang kita pamerkan di Medan. Ini penting dan sumber ilmu pengetahuan, apalagi bagi para pelajar,” pungkasnya.
Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran melakukan pameran di lima kota besar di Indonesia, mulai dari Kota Medan, Pekanbaru, Jambi, Palembang dan Lampung.
 Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria







Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan
08129358989 - 08122908585


Sumenep Kota Keris

Wilayah Kabupaten Sumenep, merupakan  kota yang kian bertambah banyak memperoleh julukan, mulai dari Kota Batik, Kota Ukir, Kota Sumekar sampai yang terbaru Kota Keris. Julukan yang terakhir tentu tidak lepas dari diresmikannya Desa Aeng Tong-Tong, Kecamatan Saronggi sebagai Desa Keris beberapa waktu lalu.
Konon, di Kabupaten memiliki empu atau pengrajin keris sebanyak 640 orang dan Sumenep juga udah mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai daerah pemilik pengrajin keris terbanyak di dunia.
“Dari jumlah tersebut, memang paling banyak berada di Desa Aeng Tong-Tong Saronggi ini,” terang Bupati Sumenep, Busyro Karim.
Menurut Busyro, hal itu patut dibanggakan, namun tantangan bagaimana semua pihak mampu memanfaatkan keunggulan di bidang keris. Karena eksistensi keris tidak hanya diakui di nusantara, tetapi juga di dunia. “Pada tahun 2005 lalu, PBB telah menetapkan keris sebagai salah satu benda pusaka warisan dunia kategori non bendawi,” ungkapnya.
Ia menceritakan, pada saat itu, ada lima karya budaya Indonesia yang mendapat pengakuan sebagai warisan budaya Dunia dari UNESCO, yaitu wayang, keris, angklung, batik, dan tari saman gayo. “Nah, konsekuensi dari pengakuan UNESCO tersebut, kita memiliki kewajiban melestarikan dan mengembangkan keris agar tetap lestari,” imbuhnya.

Busyro berujar, dari lima karya budaya tersebut, keris adalah warisan budaya paling sulit dipertahankan kelestariannya. Berbeda dengan batik, wayang angklung maupun tari.
Keris memiliki nilau luar biasa sebagai karya agung ciptaan manusia. Selain berakar dalam dalam tradisi budaya dan sejarah masyarakat Indonesia, keris juga memiliki filosofi dan makna kejayaan, keuletan kesabaran keberanian dan keluhuran budi. “Filosofi semacam ini masih sangat relevan diterapkan dalan kehidupan berbangsa saat ini,” tandasnya. 

Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria






Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan
08129358989 - 08122908585


Calon Arang, Konon Asal Muasal Kisah Leak Bali

Situs Calon Arang
Tahukah Anda dengan cerita Leak, Rangda dan Barong? Mahluk mitologi Bali ini punya akar sejarah di Situs Calon Arang, Kediri. Yang berani dan penasaran, silakan datang ke sana.

Situs petilasan Calon Arang di Kediri baru-baru ini menjadi korban vandalisme. Berselimut kisah mistis yang kental, destinasi wisata sejarah ini sangat penting untuk budaya Jawa dan Bali.

Situs Calon Arang merupakan sebuah tempat bersejarah peninggalkan era kerajaan Kediri. Lokasinya berada di Dusun Butuh, Desa Sukorejo, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri.
Vandalisme terjadi karena sang juru kunci menambah bangunan makam yang tidak ada hubungannya dengan sejarah. Selain itu ada orang tak bertanggung jawab mencorat-coret tempat ini karena kesal dijadikan tempat pemujaan mistis.

Sungguh sayang sekali. Padahal tempat ini semestinya ditempatkan sesuai sejarahnya sebagai pertemuan budaya Jawa dan Bali. Kisah sejarah berselimut mistisnya juga menarik.

Tahukah kamu kalau tarian Rangda dan Barong di Bali berasal dari kisah Calon Arang. Dari berbagai literatur yang ditelusuri detikTravel, Rangda adalah ratu pemimpin Leak, mahluk mistis di Bali. Namun Rangda juga berarti 'janda'.

Hal ini merujuk ke kisah Calon Arang yang dikenal di Jawa dan Bali, seorang janda sakti pemuja Dewi Durga yang hidup di masa Raja Airlangga dari Kediri. Disebut-sebut Calon Arang adalah penyihir sakti mandraguna yang punya anak cantik jelita, tapi tidak ada yang berani menikahinya karena ibunya tukang tenung.

Calon Arang pun mengutuk masyarakat sampai banyak yang meninggal. Raja Airlangga lantas menugaskan Empu Baradah yang cerdik untuk mengalahkan Calon Arang dengan cara mengutus muridnya merebut buku mantra milik Calon Arang. Versi lain yang lebih positif menyebutkan Calon Arang adalah seorang perempuan yang dimurnikan jiwanya, dihilangkan rintangannya dan jiwanya masuk ke surga.

Area situs Calon Arang luasnya sekitar 250 m2, dan untuk mencapainya harus memasuki jalan tanah berumput di antara perladangan. Setelah keluar sekitar 250 meter dari jalan beraspal, mobil atau pun sepeda motor terpaksa berhenti karena tidak bisa melewati selokan kecil yang melintang jalan serta jalan setapak.

Pada tahun 2010-2012 silam, di area Petilasan Calon Arang ini terdapat dua buah batu andesit datar yang diduga merupakan umpak (alas pilar) bangunan. Seperti yang diutarakan Kepala Bidang Sejarah, Nilai Tradisi, Museum, dan Purbakala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kediri Eko Budi Santoso.

Lokasi situs Calonarang sebenarnya bisa menjadi salah satu pilihan untuk wisata sejarah di Kabupaten Kediri. Area situs dikelilingi oleh pohon rindang, bersebelahan dengan lahan sawah milik warga membuat suasana terik dan panas sekalipun akan terasa sejuk dan rindang.

Kekuatan dari situs Calonarang sebenarnya terletak pada legenda dan kepercayaan masyarakat sehingga membuat kearifan lokal semakin kaya. "Sebenarnya kekuatan situs ini yaa berada pada cerita legenda Calonarang Bali dan sosoknya yang sakti dengan ilmu mistisnya serta lokasinya yang sejuk," kata Eko kepada detikTravel.

Hal ini membuat situs Calonarang menjadi magnet masyarakat Kediri dan masyarakat dari Pulau Bali khususnya untuk berkunjung. "Biasanya kalau wisatawan dari Bali bisa 1 bus hingga 2 bus berkunjung di petilasan Calonarang ini," Jelas Eko.

Berdasar pantauan detikTravel di lokasi, paska kejadian perusakan, pihak desa, kecamatan dan kepolisian maupun TNI, akan melakukan pengawasan. Juru pelihara Suyono juga sudah diperingatkan jangan menambah bangunan apapun. Sejumlah bangunan tambahan akan dibongkar dan dibersihkan.

Ini semata-mata bertujuan agar kondisi masyarakat tetap kondusif dan saling menghormati kepercayaan. Siapa sangka, tarian Rangda dan Barong yang indah mempesona wisatawan di Bali, berasal dari sebuah kisah mistis agak-agak seram dari Kediri. Sekarang kamu jadi tahu kami.


Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria






Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan
08129358989 - 08122908585