Selasa, 15 November 2016

Komunitas Suku Dayak, Identitas Pulau Kalimantan

Nusantaraku.com-Sebagai salah satu pulau terbesar di Indonesia, Kalimantan memiliki sejuta pesona yang akan membuat kita terkagum-kagum dan bangga untuk menjadi orang Indoneia.
Sebagai salah satu pulau terbesar di Indonesia, Kalimantan memiliki sejuta pesona yang akan membuat kamu kagum dan bangga menjadi orang Indonesia. Bukan hanya kekayaan alamnya saja yang melimpah dan menjanjikan, Kalimantan juga menyimpan wujud kearifan lokal yang masih terpelihara dengan baik dan selalu dijaga oleh masyarakat adat di sana sebagai sebuah warisan leluhur yang wajib dilestarikan.

Pulau Kalimantan dihuni oleh suku asli Dayak yang hingga saat ini masih mendiami rimba dan pedalaman Kalimantan. Sebagai wilayah yang banyak dialiri oleh sungai-sungai besar di sepanjang hutan pedalaman Kalimantan, maka tak heran bila penduduk asli Kalimantan memiliki budaya maritim yang lekat di dalam kehidupan sehari-harinya.
Kata "Dayak" sendiri hingga saat ini masih sering diperdebatkan maknanya, sebagian orang mengatakan bahwa "Dayak" berarti manusia, sementara sebagian besar lainnya mengartikannya sebagai pedalaman. Di dalam masyarakat Kalimantan sendiri terdapat perbedaan makna tersebut, di mana orang Dayak Tunjung dan Benuaq mengartikan "Dayak" sebagai hulu sungai, sementara di sisi lain masyarakat Dayak Iban mengartikannya sebagai manusia.
Pada dasarnya di Pulau Kalimantan terdapat banyak suku Dayak yang dibedakan menjadi rumpun-rumpun tertentu, namun kebanyakan orang membaginya di dalam 6 rumpun terbesar saja, antara lain: rumpun Klemantan (kalimantan), rumpun Iban, rumpun Apokayan (Dayak Kayan, Dayak Kenyah dan Dayak Bahau), rumpun Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju, dan rumpun Punan. Di antara keenam rumpun tersebut yang menjadi rumpun terbanyak adalah suku Dayak Kenyah yang memiliki aksesoris yang dijadikan sebagai perhiasan bagi tubuh mereka.

Upacara Adat
Suku dayak merupakan suku yang memiliki keunikan dan kedekatan yang sangat kental dengan alam di sekitar mereka, hal ini dapat kita lihat dengan adanya beragam upacara adat yang sering digelar di antara mereka. Di dalam pelaksanaannya, upacara adat merupakan sebuah perwujudan ritual yang dilaksanakan dengan tujuan tertentu demi mendapatkan suatu manfaat bagi kehidupan atau sebagai sebuah ungkapan syukur kepada Tuhan dan juga leluhur.

1.Pekan Gawai Dayak

Gawai Dayak merupakan serangkaian upacara adat yang dilaksanakan sesudah panen dan rutin dilakukan setiap tangga 20 Mei oleh suku Dayak di Pontianak, Kalimantan Barat. Upacara ini layaknya upacara pesta panen yang banyak dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia di wilayah lain, seperti Sumatra dan Jawa.  Gawai dayak dilaksanakan sebagai sebuah ungkapan syukur dan rasa terima kasih kepada Jubata (Tuhan) atas hasil panen melimpah yang telah didapatkan.
Pada dasarnya Gawai Dayak merupakan sebuah upacara tahunan yang digelar di semua perkampungan / wilayah yang terdapat di Kalimantan Barat yang mayoritas penduduknya adalah suku Melayu dan Dayak. Pelaksanaan upacara ini dilakukan pada masing-masing wilayah dengan nama yang berbeda-beda di mana orang-orang menamainya dengan Gawai, Naik dango, Maka Dio dan Pamole Beo.

Perayaan upacara ini akan dilakukan oleh seluruh penduduk kampung yang dipimpin oleh seorang tetua adat atau tetua kampung sebagai pemimpin ritual. Dalam pelaksanaannya pemimpin ritual akan memanjatkan doa-doa dan mantra kepada roh para leluhur di dalam bahasa Dayak. Pembacaan doa ini akan diakhiri dengan acara makan bersama, di mana beragam hidangan dan panganan khas suku Dayak akan disajikan sebagai santapan.

Di dalam pelaksanaannya, Gawai Dayak merupakan sebuah rangkaian ritual adat yang membutuhkan waktu yang sangat panjang. Upacara ini akan dilakukan secara bertahap dan memakan waktu yang lama sekitar tiga bulan, dalam rentang waktu April-Mei-Juni. Hal ini tentu saja membuat beberapa tokoh masyarakat kemudian berinisiatif untuk menggelarnya secara bersamaan ditiap wilayah sehingga pada tahun 1986 dibentuklah Sekretariat Kesenian Dayak (Sekberkesda) yang salah satu tugasnya adalah menggelar dan mengonsep pelaksanaan pergelaran seni budaya Dayak. Untuk pertama kalinya upacara syukur sesudah panen di daerah masing-masing wilayah Kalimantan Barat diadakan secara serentak, tepatnya pada 30 Juni 1986. Sekberkesda menyelenggarakan pergelaran kesenian Dayak yang pertama kalinya di Pontianak dan upacara tersebut dinamai Gawai Dayak dan sejak saat itu ditetapkanlah tanggal 20 Mei sebagai hari pelaksanaan Gawai Dayak setiap tahunnya.

Gawai Dayak merupakan perayaan acara syukur sesudah panen di tingkat Provinsi, di mana semua suku Dayak dari berbagai daerah berkumpul bersama untuk merayakan upacara ini secara bersama-sama. Di dalam perayaan Gawai dayak, beragam perlombaan tradisional dihelat, seperti: pertunjukkan tarian dan nyanyian dari daerah masing-masing peserta, serta pameran barang-barang kebudayaan dan makanan khas dari tiap-tiap daerah. Gawai Dayak merupakan sebuah perayaan meriah yang menyatukan semua masyarakat Dayak. 

Pada tahun 1992 nama Gawai Dayak diubah menjadi Pekan Gawai Dayak, di mana perayaan ini dicanangkan untuk dilaksanakan selama sepekan penuh. Pekan Gawai Dayak merupakan sebuah pesta tahunan yang paling ditunggu-tunggu baik oleh masyarakat Dayak maupun masyarakat umum, karena perayaan ini bukan hanya sebagai sebuah sarana mempererat hubungan antar suku Dayak tetapi juga sebagai sarana hiburan bagi masyarakat umum dan sebagai upaya untuk tetap melestarikan budaya leluhur.

2. Upacara Tabur Beras Kuning

Ini merupakan sebuah ritual yang dimaksudkan sebagai bentuk perlindungan diri di saat dalam kondisi terdesak. Pada umumnya ritual ini dilakukan oleh suku Dayak Manyaan atau yang dikenal juga sebagai Suku Dayak Barito Timur. Di dalam pelaksanaannya, Tabur Beras Kuning dimaksudkan sebagai sebuah ritual pemanggilan terhadap roh-roh para leluhur yang dilakukan hanya pada saat suku Dayak Manyaan membutuhkan perlindungan / dalam kondisi terdesak. Hal tersebut juga menandakan bahwa upacara ini bukanlah sebuah upacara yang dapat dilakukan dengan sembarangan.

Tradisi dan Aksesoris
1. Tato (Obor)

Bagi suku dayak, tato atau yang lazim disebut "obor" merupakan sebuah tanda yang lekat hubungannnya dengan tradisi, religi dan status sosial yang mereka miliki. Dengan alasan-alasan tersebut, maka tato di dalam masyarakat Dayak adalah suatu hal yang tidak bisa dibuat secara sembarangan karena memiliki arti yang sangat mendalam.

Tato di dalam suku Dayak bisa dimiliki oleh kaum lelaki dan perempuan yang di mana pembuatannya sendiri masih dilakukan dengan cara tradisional dan sesuai dengan aturan-aturan adat yang berlaku. Di dalam pembuatannya, tato tradisional suku Dayak dibuat dengan menggunakan duri buah jeruk yang panjang, namun saat ini pembuatannya bisa menggunakan beberapa buah jarum sekaligus. Satu hal yang tidak berubah di dalam pembuatan tato adalah bahan yang digunakan tetap jelaga dari periuk yang berwarna hitam. Semakin banyak tato, "Obor" yang dimiliki, maka akan semakin terang dan jalan menuju alam keabadian semakin lapang.
2. Aksesoris

Suku Dayak Kenyah merupakan suku Dayak yang memiliki aksesoris sebagai perhiasan tubuh mereka. Umumnya aksesoris ini berupa perhiasan manik-manik yang terbuat dari batu alam. Dahulu batu-batu ini dibentuk dengan tangan dan tanpa bantuan mesin, sehingga warnanya kusam bila dibandingkan dengan manik-manik modern yang dibuat di pabrik. Perbedaan lainnya adalah berat di bebatuan dan manik-manik tersebut, jika ingin membuktikan bahwa manik-manik tersebut asli dari Suku Dayak atau bukan, maka haruslah dilakukan tes dengan cara membakarnya.

Suku dayak merupakan salah satu suku yang memiliki kedekatan yang sangat erat dengan alam, mereka hidup di pedalaman Kalimantan bersama dengan kekayaan alam yang terdapat di sana. Untuk melihat Suku Dayak dan kehidupan yang mereka jalani, kamu bisa mendatangi Desa Budaya Pampang di Samarinda dan Festival Budaya Capgomeh di Singkawang. Bila kamu ingin melihat langsung kehidupan Suku Dayak, bisa memakan waktu perjalanan 2-3 hari untuk menyusuri sungai di Kalimantan. 

Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria





.
Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan
08129358989 - 08122908585


Tidak ada komentar:

Posting Komentar