Kamis, 10 November 2016

Maggiri, Tarian Mistis Khas Suku Bugis


Nusantaraku.com-Tari maggiri adalah sebuah tarian yang dipertunjukkan oleh seorang bissu, oleh karenanya tarian ini dikenal pula dengan nama tari mabbissu. Bissu adalah yaitu seorang wanita pria (waria) dalam kepercayaan Bugis yang dipercayakan menjadi penghubung antara dewa di langit dengan manusia biasa. Tari Maggiri ini, diperkirakan telah ada sejak zaman pemerintahan Raja Bone ke 1, yang bergelar To Manurung Ri Matajang yang memerintah sekitar tahun 1326-1358, dan menjadi salah satu tarian yang berkembang di dalam istana kerajaan Bone.
Maggiri sendiri berarti menusuk-nusukkan keris ke tubuh bissu, terutama ke daerah-daerah yang vital seperti leher, perut, dan pergelangan tangan.Para bissu yang melakukan pertunjukan tarian ini dianggap kemasukan roh dan mendapat kemampuan kebal pada senjata tajam. Tari maggiri biasanya dipentaskan pada acara-acara seperti Hari Jadi sebuah kabupaten, penyambutan tamu agung, atau menjadi pelengkap upacara adat tertentu. Tarian ini dapat dilakukan sendirian, dan bisa pula dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa orang bissu. Tari maggiri ini sarat dengan nuansa mistis dan memiliki keunikan tersendiri yang membuatnya menarik untuk disaksikan.
Sebelum memulai menari, terlebih dahulu seorang bissumengganti pakaiannya dengan pakaian tari bissu yang pada umumnya berwarna kuning keemasan dengan dilengkapi berbagai aksesoris yang lazimnya dikenakan oleh perempuan. Selain itu mereka juga menyiapkan beberapa peralatan pendukung seperti wadah/baskom berisi air, beberapa helai daun-daunan, gendang, dan keris. Adapun gerakan-gerakan yang dilakukan dalam tari maggiri adalah sebagai berikut:
Setelah berganti pakaian dan melakukan ritual awal sebelum menari yaitu membaca doa khusus (mantra), seorang bissudianggap sudah siap untuk memulai tarian, dan dengan diawali bunyi gendang pertama yang dipukulkan oleh pa’ganrang(penabuh gendang) sebagai tanda dimulainya tarian ini, bissuyang membawa alusu (perlengkapan tarian) akan melangkah masuk ke arena pertunjukan dengan menginjak kain putih yang terbentang. Abbissungeng (hal-hal yang berkaitan dengan bissu) selalu identik dengan bunyi-bunyian seperti gendang, pada saat diadakannya suatu hajatan berbagai bunyi-bunyian gendang yang ditabuh akan diperdengarkan dengan beragam nada yang dimainkan, ada yang terdengar pelan dan ada pula yang cepat, disesuaikan dengan kebutuhan ritual.
Selanjutnya bissu akan melangkah perlahan, selangkah demi selangkah, dengan gerakan kaki yang pelan dengan diiringi alunan gendang yang makin lama semakin kuat terdengar. Alusuyang dibawanya akan digoyangkan perlahan-lahan, dan menimbulkan suara-suara kecil, meskipun suara alusu tersebut nyaris tidak terdengar karena tenggelam dalam suara gendang yang ditabuh cukup keras. Bunyi-bunyi yang terdengar dari alusubertujuan agar apabila kita berdoa, doa yang kita panjatkan selalu didengarkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Jadi bunyi-bunyian tersebut dapat dianggap sebagai pengantar jalannya doa.
Demikianlah seorang bissu akan terus bergerak dan berputar-putar secara perlahan di tengah tempat pertunjukan tarian tersebut. Setelah beberapa menit bergerak dan membunyikanalusu, tak lama kemudian bissu mulai meletakkan alusu yang dibawanya ke lantai, lalu mulai mengambil alameng. Semua gerakan yang dilakukannya adalah sangat pelan dan nampak hati-hati sekali. Alameng adalah sejenis pedang khusus yang digunakan oleh bissu dalam menarikan tari maggiri ini. Alamengyang masih terbungkus dengan sarungnya dipegang dengan kedua tangannya lalu diangkat-angkat ke atas kepalanya. Kemudian perlahan-lahan bissu menurunkan badannya seperti posisi orang yang hendak berlutut, lalu mulai mengeluarkanalameng dari sarungnya dan memulai lagi menari-nari bersamaalameng tersebut dengan tangan kanannya memegang sarungalameng, sedangkan tangan kirinya memegang alameng itu sendiri.
Bissu terus bergerak-gerak dengan alamengnya, dan melakukan beberapa gerakan-gerakan tertentu, seperti mengacungkanalameng ke arah depan, dan bahkan mencium alamengnya. Setelah itu, alameng akan dimasukkan kembali ke dalam sarungnya dan diletakkan di tempat semula. Bissu kemudian mengambil alusu dan kembali menari-nari dengan membawaalusu dengan kedua tangannya. Dia bergerak pelan dengan gerakan yang sedikit berputar, sambil menaik turunkan alusuyang dibawanya.
Setelah menari-nari dan bergoyang-goyang beberapa saat, alusukemudian diletakkan di lantai, dan bissu kembali bergerak-gerak dan menari-nari sendiri mengikuti irama gendang. Gerakan-gerakan tari yang dibawakannya memang terlihat feminin, sangat lembut dengan gerakan yang agak lamban, menggoyang-goyangkan badannya sedemikian rupa, dengan sedikit mengangkat kain sarung yang dipakainya dia terus bergerak, hingga akhirnya kembali ke posisi seperti sedang berlutut.
Keadaan berlutut seperti itu dianggap sebagai posisi menghormat, dan setelah dalam posisi tersebut, irama bunyi gendang yang ditabuh pun berhenti. Bissu menghentikan tariannya, lalu kedua tangannya dihadapkan ke arah atas, bawah, ke samping kiri, dan kanan. Hal itu dianggap sebagai bentuk penghormatan kepada empat inti alam yaitu air, angin, api, dan tanah. Bissu kemudian mengangkat tangannya tinggi-tinggi ke arah atas seperti orang yang sedang berdoa, lalu terdengar suara bissu dengan cukup lantang mengucapkan sesuatu, yaitu ucapan tertentu yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tak lama setelah itu, bissu mulai mengalami keadaan trans dan berada di bawah pengaruh alam bawah sadarnya. Keris yang terselip di balik ikat pinggangnya diambil dan dikeluarkan dari sarungnya. Keris mula-mula dipandanginya dengan penuh konsentrasi, lalu secara tiba-tiba keris itu mulai diiris-iriskan ke tangannya namun anehnya keris itu seperti tidak berfungsi sama sekali, tidak ada luka gores dan tangan bissu tidak mengeluarkan darah sedikitpun.
Gendang pengiring terdengar semakin kencang, sambil terus bergerak-gerak menari bissu pun mulai menusuk-nusukkan keris tersebut ke bagian-bagian tubuhnya yang lain. Dimulai dari tangan, lalu ditusukkan ke nadi yang ada di pergelangan tangan, kemudian leher, dan yang terakhir adalah bagian perutnya sebelah atas. Semua tusukan yang dihunjamkannya sangat kuat dan ditekan begitu keras dan berlangsung cukup lama. Layaknya seorang bissu saat menarikan tarian maggiri ini memiliki ilmu kebal senjata tajam, dan terlihat seperti atraksi yang biasa dilakukan dalam debus.
Setelah beberapa saat melakukan atraksi tusuk-tusukan keris tersebut, bissu mulai memperlambat gerakannya dan mulai bergerak mundur ke tempat dia mulai melangkah masuk sebelum menari. Sesampainya di tempat awal, bissu menghadap ke arah baskom yang telah berisi air dan beberapa helai daun-daunan yang dipetik sesaat sebelum menari. Bissu kembali dalam posisi berlutut dan mengacungkan kerisnya ke atas sebagai penghormatan yang terakhir kalinya. Dia kemudian memasukkan keris ke dalam sarungnya lalu mengambil alamengdan beberapa helai daun yang sudah basah dari dalam baskom, kemudian memercikkan airnya ke berbagai arah, sambil tetap melakukan gerakan-gerakan dalam tari maggiri. Selesai memercikkan daun yang basah tersebut menandakan prosesi tarian maggiri ini pun telah selesai dilakukan.
Wajah bissu yang melakukan tarian ini basah oleh keringat mengingat lamanya tarian ini dilakukan. Seiring berakhirnya tarian maggiri ini, badan bissu kembali ke keadaan semula sebagaimana manusia biasa atau, tidak kebal lagi terhadap keris, yang tentunya jika ditusukkan akan menyebabkan luka serius pada tubuh siapapun.  


Jeng Asih, Ratu pembuka Aura dari Gunung Muria


Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan
08129358989 – 08122908585

                                         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar