Nusantaraku.com-Tari maggiri adalah sebuah
tarian yang dipertunjukkan oleh seorang bissu, oleh karenanya
tarian ini dikenal pula dengan nama tari mabbissu. Bissu adalah
yaitu seorang wanita pria (waria) dalam kepercayaan Bugis yang dipercayakan
menjadi penghubung antara dewa di langit dengan manusia biasa. Tari Maggiri ini,
diperkirakan telah ada sejak zaman pemerintahan Raja Bone ke 1, yang bergelar
To Manurung Ri Matajang yang memerintah sekitar tahun 1326-1358, dan menjadi
salah satu tarian yang berkembang di dalam istana kerajaan Bone.
Maggiri sendiri berarti menusuk-nusukkan keris ke tubuh bissu,
terutama ke daerah-daerah yang vital seperti leher, perut, dan pergelangan
tangan.Para bissu yang melakukan pertunjukan tarian ini
dianggap kemasukan roh dan mendapat kemampuan kebal pada senjata tajam. Tari
maggiri biasanya dipentaskan pada acara-acara seperti Hari Jadi sebuah
kabupaten, penyambutan tamu agung, atau menjadi pelengkap upacara adat
tertentu. Tarian ini dapat dilakukan sendirian, dan bisa pula dilakukan secara
bersama-sama oleh beberapa orang bissu. Tari maggiri ini sarat
dengan nuansa mistis dan memiliki keunikan tersendiri yang membuatnya menarik
untuk disaksikan.
Sebelum memulai menari, terlebih dahulu
seorang bissumengganti pakaiannya dengan pakaian tari bissu yang
pada umumnya berwarna kuning keemasan dengan dilengkapi berbagai aksesoris yang
lazimnya dikenakan oleh perempuan. Selain itu mereka juga menyiapkan beberapa
peralatan pendukung seperti wadah/baskom berisi air, beberapa helai
daun-daunan, gendang, dan keris. Adapun gerakan-gerakan yang dilakukan dalam
tari maggiri adalah sebagai berikut:
Setelah berganti pakaian dan melakukan ritual
awal sebelum menari yaitu membaca doa khusus (mantra), seorang bissudianggap
sudah siap untuk memulai tarian, dan dengan diawali bunyi gendang pertama yang
dipukulkan oleh pa’ganrang(penabuh gendang) sebagai tanda
dimulainya tarian ini, bissuyang membawa alusu (perlengkapan
tarian) akan melangkah masuk ke arena pertunjukan dengan menginjak kain putih
yang terbentang. Abbissungeng (hal-hal yang berkaitan dengan bissu)
selalu identik dengan bunyi-bunyian seperti gendang, pada saat diadakannya
suatu hajatan berbagai bunyi-bunyian gendang yang ditabuh akan diperdengarkan
dengan beragam nada yang dimainkan, ada yang terdengar pelan dan ada pula yang
cepat, disesuaikan dengan kebutuhan ritual.
Selanjutnya bissu akan
melangkah perlahan, selangkah demi selangkah, dengan gerakan kaki yang pelan
dengan diiringi alunan gendang yang makin lama semakin kuat terdengar. Alusuyang
dibawanya akan digoyangkan perlahan-lahan, dan menimbulkan suara-suara kecil,
meskipun suara alusu tersebut nyaris tidak terdengar karena
tenggelam dalam suara gendang yang ditabuh cukup keras. Bunyi-bunyi yang
terdengar dari alusubertujuan agar apabila kita berdoa, doa yang
kita panjatkan selalu didengarkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Jadi
bunyi-bunyian tersebut dapat dianggap sebagai pengantar jalannya doa.
Bissu terus bergerak-gerak dengan alamengnya, dan
melakukan beberapa gerakan-gerakan tertentu, seperti mengacungkanalameng ke
arah depan, dan bahkan mencium alamengnya. Setelah itu, alameng akan
dimasukkan kembali ke dalam sarungnya dan diletakkan di tempat semula. Bissu kemudian
mengambil alusu dan kembali menari-nari dengan membawaalusu dengan
kedua tangannya. Dia bergerak pelan dengan gerakan yang sedikit berputar,
sambil menaik turunkan alusuyang dibawanya.
Setelah menari-nari dan bergoyang-goyang
beberapa saat, alusukemudian diletakkan di lantai, dan bissu kembali
bergerak-gerak dan menari-nari sendiri mengikuti irama gendang. Gerakan-gerakan
tari yang dibawakannya memang terlihat feminin, sangat lembut dengan gerakan
yang agak lamban, menggoyang-goyangkan badannya sedemikian rupa, dengan sedikit
mengangkat kain sarung yang dipakainya dia terus bergerak, hingga akhirnya
kembali ke posisi seperti sedang berlutut.
Keadaan berlutut seperti itu dianggap sebagai
posisi menghormat, dan setelah dalam posisi tersebut, irama bunyi gendang yang
ditabuh pun berhenti. Bissu menghentikan tariannya, lalu kedua
tangannya dihadapkan ke arah atas, bawah, ke samping kiri, dan kanan. Hal itu
dianggap sebagai bentuk penghormatan kepada empat inti alam yaitu air, angin,
api, dan tanah. Bissu kemudian mengangkat tangannya
tinggi-tinggi ke arah atas seperti orang yang sedang berdoa, lalu terdengar
suara bissu dengan cukup lantang mengucapkan sesuatu, yaitu
ucapan tertentu yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tak lama setelah itu, bissu mulai
mengalami keadaan trans dan berada di bawah pengaruh alam bawah sadarnya. Keris
yang terselip di balik ikat pinggangnya diambil dan dikeluarkan dari sarungnya.
Keris mula-mula dipandanginya dengan penuh konsentrasi, lalu secara tiba-tiba
keris itu mulai diiris-iriskan ke tangannya namun anehnya keris itu seperti
tidak berfungsi sama sekali, tidak ada luka gores dan tangan bissu tidak
mengeluarkan darah sedikitpun.
Gendang pengiring terdengar semakin kencang,
sambil terus bergerak-gerak menari bissu pun mulai
menusuk-nusukkan keris tersebut ke bagian-bagian tubuhnya yang lain. Dimulai
dari tangan, lalu ditusukkan ke nadi yang ada di pergelangan tangan, kemudian
leher, dan yang terakhir adalah bagian perutnya sebelah atas. Semua tusukan
yang dihunjamkannya sangat kuat dan ditekan begitu keras dan berlangsung cukup
lama. Layaknya seorang bissu saat menarikan tarian maggiri ini
memiliki ilmu kebal senjata tajam, dan terlihat seperti atraksi yang biasa
dilakukan dalam debus.
Setelah beberapa saat melakukan atraksi
tusuk-tusukan keris tersebut, bissu mulai memperlambat
gerakannya dan mulai bergerak mundur ke tempat dia mulai melangkah masuk
sebelum menari. Sesampainya di tempat awal, bissu menghadap ke
arah baskom yang telah berisi air dan beberapa helai daun-daunan yang dipetik
sesaat sebelum menari. Bissu kembali dalam posisi berlutut dan
mengacungkan kerisnya ke atas sebagai penghormatan yang terakhir kalinya. Dia
kemudian memasukkan keris ke dalam sarungnya lalu mengambil alamengdan
beberapa helai daun yang sudah basah dari dalam baskom, kemudian memercikkan
airnya ke berbagai arah, sambil tetap melakukan gerakan-gerakan dalam tari maggiri.
Selesai memercikkan daun yang basah tersebut menandakan prosesi tarian maggiri ini
pun telah selesai dilakukan.
Wajah bissu yang melakukan
tarian ini basah oleh keringat mengingat lamanya tarian ini dilakukan. Seiring
berakhirnya tarian maggiri ini, badan bissu kembali
ke keadaan semula sebagaimana manusia biasa atau, tidak kebal lagi terhadap
keris, yang tentunya jika ditusukkan akan menyebabkan luka serius pada tubuh
siapapun.
Jeng Asih, Ratu pembuka Aura dari Gunung Muria
Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika
Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan
08129358989 –
08122908585
Tidak ada komentar:
Posting Komentar