Masyarakat Osing
masih memegang teguhnya tradisi dan budaya yang erat kaitannya dengan hal
mistis, ini menimbulkan banyak persepsi negatif bagi masyarakat yang
hanya mengetahui sebagian saja dari tradisi Osing, terutama karena sebagian
besar tradisi masyarakat Osing yang memang masih sangat dekat dengan
budaya sebelum Islam. Dalam makalahnya mengenai Perancangan film
Dokumenter: Tribute to East Java, Evan Permana menyebutkan beberapa
tradisi masyarakat Osing yang dianggap dekat dengan dunia mistis2 antara
lain:
1.
Adanya kepercayaan
bahwa orang yang tentang ilmu pelet/ Jaran Goyang. Ilmu ini digunakan
untuk menarik lawan jenis yang kita sukai. Jika orang terkena ilmu ini
maka orang tersebut tidak akan bisa menolak orang yang
menyukainya. Image bahwa jika seseorang disukai
oleh orang yang berasal dari suku Osing tidak akan bisa menolak lahir
dari mitos ini. Padahal mitos ini hanya berlaku jika orang tersebut sama sama
suka.
2.
Selametan setiap
hari Senin dan Kamis di makam Buyut Cili yang dilakukan oleh
orang yang akan mempunyai hajat ataupun sehabis melaksanakan suatu acara.
3.
Masa menanam padi dan
bercocok tanam yang didasarkan kepada perhitungan dan hari baik dan
buruk, serta tanda tanda alam yang terbaca.
Tradisi Kebo-Keboan |
5.
Adanya kepercayaan
tentang santet dan ilmu hitam lainnya bila kita dianggap
menyakiti orang yang berasal dari suku Osing.
Penduduk suku Osing
juga sebagian masih memegang kepercayaan lain seperti Saptadharma, yaitu
kepercayaan yang kiblat sembahyangnya berada di Timur seperti orang Cina.
Sistem kepercayaan di suku Osing masih mengandung unsur Animisme,
Dinamisme, dan Monotheisme.1
Terbukanya suku Osing
dalam menerima pengaruh dari luar ini membuat kepercayaan mistis dan agama
masih bercampur. Suku Osing merupakan suku yang masih menjaga tradisi dan
kepercayaan dahulu, dan tetap bisa menerima agama Islam yang masuk ke
wilayahnya saat itu.
Wujud Budaya Tindakan
Bahasa Osing
Suku Osing menggunakan
bahasa daerahnya sendiri yang dinamakan “bahasa Osing”, yang merupakan turunan
langsung dari bahasa Jawa Kuno yang dahulu digunakan pada masa kerajaan
Majapahit. Bahasa Jawa Kuno ini dipergunakan dalam kesusastraan Jawa-Bali
yang tulis sejak abad ke-14, dan terus hidup sampai abad ke-20.3 Namun
bahasa Osing menggunakan dialek yang berbeda dengan bahasa Jawa, dengan
penekanan pada beberapa huruf. Pada perkembangannya saat ini, bahasa Osing
semakin lama semakin jarang digunakan dan menyusut.
Terjadi dimensi
perubahan diakibatkan masuknya bahasa Jawa dan Madura dari masyarakat
pendatang. Hal ini mengakibatkan terjadinya keanekaragaman bahasa dalam
masyarakat Banyuwangi, dan muncul masalah mengenai keanekabahasan dan
masalah sosiolinguistik lainnya. Dimana proses persentuhan bahasa ibu dan
bahasa pendamping menimbulkan ketumpangtindihan (overlapping), alih kode
dan campur kode.4 Walau terjadi percampuran bahasa di daerah
Banyuwangi, bahasa Osing masih dapat ditemukan pada beberapa daerah di
kecamatan paling timur di Banyuwangi. Beberapa penduduknya masih menggunakan
bahasa Osing dalam berinteraksi antar warganya.
Masyarakat Osing tidak
mengenal hierarki ataupun stratifikasi bahasa, tetapi mengenal santun bahasa
yang digunakan terhadap lawan bicara berdasarkan kategori usia, kekerabatan
sosial, dan pencerminan rasa hormat pada seseorang. Penggunaan
bahasa Osing di masyarakat lebih dominan pertama, digunakan dalam rumah tangga
sebagai alat komunikasi dan interaksi antar anggota rumah tangga. Dalam
komunitas Osing, oleh anggotanya bahasa Osing digunakan sebagai lambang identitas
dan pengembangan seni budaya daerah. Sedangkan dalam ranah umum seperti
pemerintahan, pendidikan, penyuluhan, politik dan lain-lain, bahasa Indonesia
digunakan lebih dominan sebagai alat berkomunikasi. Walau pada beberapa situasi
terjadi proses alih bahasa dan pencampuran dengan bahasa daerah lain.
tari Tradisional Seblang |
Akibat dari
pencampuran berbagai bahasa, sekarang ini bahasa Osing memiliki 2 ragam bahasa.
Yakni ragam biasa atau bahasa Osing dan ragam halus atau bahasa Jawa-Osing
(orang Osing menyebutnya “besiki”).4 Dalam dialek
bahasa Osing, kosakata pada bahasanya terdapat penekanan pada huruf,
kekhususan atau palatalisasi (pergeseran akibat pengaruh bahasa Madura),
dan penambahan atau perubahan kata.
Adat dan Tradisi
budaya “Suku Osing?
Di daerah Banyuwangi
banyak sekali ditemukan adat dan tradisi yang hingga sekarang masih dilakukan.
Tradisi dan adat inipun tidak terlepas dari pengaruh kepercayaan mistis
yang diyakini dan kesenian yang telah diwariskan. Beberapa tradisi
pertunjukan dan upacara adat suku Osing selalu dipenuhi dengan iringan alat
musik, tari, syair, dan lagu. Berikut beberapa tradisi pertunjukan dan
upacara adat suku Osing di Banyuwangi5
1.
Tari Gandrung :
Pertujukan tari sebagai ucapan syukur atas hasil panen
2.
Kebo-Keboan : Upacara
adat untuk meminta kesuburan hasil panen
3.
Perang Bangkat :
Upacara adat saat prosesi perkawinan
4.
Geredhoan :
Tradisi mencari jodoh oleh pemuda-pemudi suku Osing
5.
Barong Idher
Bumi : Perayaan iring-iringan Barong untuk menolak balak
6.
Tari Seblang :
Pertunjukan tari untuk menolak balak
7.
Petik Laut/Larung
Sesaji : Upacara adat sedekah laut oleh nelayan dan penduduk di pesisir
Wujud Budaya Artefak
Produk Kerajinan
Tangan Khas Osing
Profesi dan mata
pencaharian dalam masyarakat Osing yang sebagian besar merupakan petani dan
nelayan. Selain itu ada juga beberapa mengambil profesi sebagai pedangang dan
wiraswasta dalam industri kerajinan tangan. Dalam bidang industri
kerajinan tangan di Banyuwangi ini bisa dibilang masih tradisional, mulai dari
proses, teknologi hingga hasil dari pembuatannya. Walaupun begitu, beragam
kerajinan tangan dari masyarakat ini memiliki sebuah kekhasan dari daerahnya.
Berikut beberapa kerajinan tangan khas Osing :
a. Motif batik Gajah
Oling
Motif batik
Gajah Oling ini merupakan motif batik khas dari Banyuwangi. Motif ini
berbentuk sulur-sulur tanaman dan kembang di ujungnya. Motif ini terdapat pada
kain batik sebagai baju/busana adat, seperti busana tari Gandrung, pakaian adat
manten, Seblang, dan lain-lain. Selain sebagai motif pada kain,
Gajah Oling juga terdapat pada ornamen pahatan dan ukir kayu di
rumah adat Osing.
b. Tenunan dari
serat pisang Abaca
Di desa Kemiren
kecamatan Glagah, terdapat sebuah kerajinan tangan dari tenunan
yang dibuat dengan berbahan dasar serat pisang Abaca. Pisang Abaca
merupakan tanaman asli kepulauan Phillipines dan Mindanao yang memiliki
serat tipis tapi sangat kuat. Abaca tidak menghasilkan buah yang bisa
dikonsumsi. Karena tidak mudah putus, serat Abaca banyak dimanfaatkan
untuk bahan baku tali tambang, kerajinan dan mebel. Di
Banyuwangi sendiri, tenunan dari Abaca ini dijadikan sebuah kerajinan yang
menarik, seperti kap lampu, tirai, taplak meja, dan tatakan
makan hingga bantalan kursi
c. Alat musik Angklung
Tradisi Barong Ider Bumi |
Angklung di Banyuwangi
ini selain sebagai alat musik pengiring dalam pertunjukkan dan upacara adat,
juga digunakan dalam mengiringi gerak ani-anian padi. Angklung sekarang
ini berkembang sangat pesat dan mengalami banyak varian seperti
Angklung Paglak, Angklung Tetak, Angklung Dwi Laras dan
Angklung Blambangan. Perbedaan penyebutan ini berdasarkan kelengkapan
perangkat musik dan jenis nada yang dibawakannya. Namun semua adalah
jenis angklung khas Banyuwangi yang hadir di tengah masyarakat tani telatah
Blambangan ini.2
1.
Angklung Paglak :
terbuat dari bilah-bilah bambu yang kemudian diatur dalam pangkan dengan
nada slendro (Jawa). Angklung Paglak dahulu digunakan
dalam pesta perayaan panen, yang kemudian berkembang hingga menjadi
cikal bakal kesenian angklung di Banyuwangi. Paglak adalah gubuk kecil
sederhana yang dibangun di sawah atau di dekat pemukiman. Paglak dibangun dari
bambu dan dibangun sekitar 10 meter di atas tanah. Fungsi bangunan ini sebagai
tempat untuk menjaga padi dari burung. Petani biasanya menjaga
sawah sembari bermain alat musik angklung dalam paglak tersebut. Karena itu,
seni ini disebut angklung paglak.
2.
Angklung Dwi
Laras : Merupakan hasil pengembangan dari angklung tetak,
penggabungan komposisi dua nada, yaitu laras pelog dan laras slendro.
3.
Angklung Blambangan
: Angklung Blambangan merupakan improvisasi dari angklung
caruk. Terdapat instrumen musik termasuk gong dan alat
musik Gandrung.
Rumah Adat
Di
Banyuwangi, desa yang masih menggunakan rumah adat ialah Desa
Kemiren, Kecamatan Glagah dan Desa Aliyan, Kecamatan
Rogojampi. Rumah Osing memiliki tampilan ruang yang sederhana dan identik
dengan rumah kampung. Hal ini berkaitan erat dengan struktur sosial pada
masyarakat Osing yang mewakili lapisan masyarakat biasa.
a. Konsep bentuk Rumah
Adat Osing
Karakteristik rumah
Osing terletak pada bentuk dasar rumah tersebut sekaligus dalam
susunan secara berurutan dari depan ke belakang sesuai dengan
susunan ruangnya. Bentuk atapnya juga merupakan indikator utama
dalam membedakan bentuk dasar rumah Osing. Arsitektur rumah Osing
dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu Tikel Balung, Baresan dan
Cerocogan. Pola ruanganya sendiri terbagi menjadi 3 susunan ruang,
yaitu Bale (ruang tamu), Jrumah (kamar) dan Pawon
(dapur). Sedangkan bagian luar rumah terdiri dari Amper (teras), Ampok (teras
samping kanan-kiri).
Rumah Adat Suku Osing |
Konsep ruang
pada rumah Osing ini disesuaikan dengan fungsi dan aktivitas
keluarga didalamnya, sebagai wadah dan sandang pemenuhan
hidup sehari-hari. Konsep rumah Osing ini dipengaruhi oleh
penilaian makna kegiatan yang dilakukan serta siapa yang menghuni atau
melakukan kegiatan di ruang tersebut.
b. Struktur bangunan
pada rumah Osing
Struktur utama rumah
Osing berupa susunan rangka 4 tiang (saka) kayu dengan sistem tanding
tanpa paku, tetapi menggunakan paju (pasak pipih). Penutup
atap menggunakan genteng kampung (sebelumnya adalah welitan daun
kelapa), dan biasanya masih berlantai tanah. Dinding samping dan belakang
serta partisi rumah Osing menggunakan anyaman bambu (gedheg).
c. Ornamen dan Ragam
hias
Rumah Osing yang
memiliki ornamen biasanya menunjukkan status ekonomi pemiliknya lebih
baik. Ornamen yang ada banyak terbuat dari pahat dan ukiran kayu, dengan bentuk
yang geometris dan motif flora. Ornamen dengan motif flora terdiri
dari Peciringan (bunga matahari), Anggrek, dan Ukel
(sulur-suluran) seperti pakis, anggrek atau kangkung. Motif geometris
antara lain Slimpet (swastika) dan Kawung.
Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria
Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria
Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika
Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan
08129358989 -
08122908585
Tidak ada komentar:
Posting Komentar